HAK HUKUM AHLI WARIS TERHADAP ASURANSI JIWA

Bahwa pada era sekarangini, asuransi sudah dianggap menjadi salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh semua orang. Banyaknya hal-hal yang tidak terduga dan tidak dapat dihindari menjadi salah satu alasan sesorang membutuhkan asuransi. Melihat fenomena tersebut, untuk menghindari resiko yang mungkin timbul di kemudian hari, banyak orang yang mengasuransikan dirinya, khususnya Asuransi Jiwa. Namun demikian, […]

Bahwa pada era sekarangini, asuransi sudah dianggap menjadi salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh semua orang. Banyaknya hal-hal yang tidak terduga dan tidak dapat dihindari menjadi salah satu alasan sesorang membutuhkan asuransi. Melihat fenomena tersebut, untuk menghindari resiko yang mungkin timbul di kemudian hari, banyak orang yang mengasuransikan dirinya, khususnya Asuransi Jiwa. Namun demikian, pada praktiknya, banyak terjadi permasalahan hukum dalam pencairan uang pertanggungan dalam Asuransi Jiwa. Adapun dalam tulisan ini kami akan membahas lebih dalam mengenai Asuransi Jiwa, khususnya pada saat pencairan uang pertanggungandan segala potensi sengketa hukum pada saat pencairan tersebut. Asuransi Jiwa adalah perlindungan terhadap kerugian finansial yang dikarenakan Tertanggung meninggal dunia.

Akhir-akhir ini banyak masalah terkait dengan klaim uang pertanggunganAsuransi Jiwa yang menimbulkan polemik di masyarakat yang menganggap asuransi jiwa merupakan bagian dari harta warisan. Kasus yang paling banyak terjadi adalah ditolaknya klaim uang pertanggungan oleh Perusahaan Asuransi yang dilakukan oleh ahli waris Tertanggung. Pada dasarnya, terdapat perbedaan pengaturan antara perasuransian dan harta warisan. Adapun asuransi diatur melalui Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Perasuransian sedangkan harta warisan diatur pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam bagi pemeluk agama Islam. Apabila kita memperhatikan pada pengertian asuransi didalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang,asuransi atau pertanggungan adalah suatu perikatan antara Penanggung (yang dalam hal ini adalah Perusahaan Asuransi), Tertanggung (Pihak yang diasuransikan), serta penerima manfaat (Pihak yang menerima manfaat apabila terjadi suatu hal sebagaimana diperjanjikan) agar segala kerugian yang mungkin terjadi di kemudian hari ditanggung oleh Penanggung. Selain itu,Undang-undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menjelaskan bahwa asuransi tidak hanya terkait dengan kerugian atas harta benda, melainkan asuransi juga mencakup pembayaran yang didasarkan meninggalnya Tertanggung atau yang dikenal juga sebagai Asuransi Jiwa. Asuransi atau pertanggungan yang dimaksud harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang disebut sebagai Polis.

Tanggungan atau asuransi dilakukan dengan menyerahkan sejumlah uang oleh peserta asuransi berdasarkan perjanjian asuransi atau Polis untuk memperoleh uang pertanggungan. Sejumlah uang yang dimaksud pada umumnya dikenal sebagai Premi.Polis asuransi jiwa memuat ketentuan mengenai penerima manfaat yang akan ditentukan oleh Tertanggung siapa yang akan menjadi penerima manfaat apabila Tertanggung meninggal dunia. Tertanggung diberikan kebebasan untuk menentukan siapa yang akan menjadi penerima manfaat, namun pada umumnya Tertanggung mencantumkan nama suami/istri dan anaknya yang menjadi penerima manfaatnya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan Tertanggung mencantumkan nama orang lain selain keluarganya untuk menjadi penerima manfaatnya. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa,penerima manfaat Tertanggung tidak hanya terbatas pada keluarga ataupun ahli waris yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kewajiban yang dibebankan kepada Tertanggung adalah pembayaran premi sebagaimana yang telah diperjanjikan dengan Penanggung.

Di dalam isi Polis tercantum jumlah Premi yang telah disepakati oleh Tertanggung untuk diserahkan kepada Perusahaan Asuransi setiap waktu tertentu. Premi yang dibayarkan oleh Tertanggung selama masa hidupnya untuk Asuransi Jiwa bukan menjadi harta warisan, sehingga hanya dapat diklaim atau dicairkan oleh orang yang telah ditentukan oleh Tertanggung dan namanya telah tercantum di dalam Polis sebagai penerima uang pertanggungan. Hal ini dikarenakan ketika Tertanggung membayar Premi tersebut, uang Premi itu bukan lagi menjadi milik Tertanggung sehingga tidak dapat dibagikan sebagai harta warisan. Untuk melakukan klaim Asuransi Jiwa, penerima manfaat membutuhkan surat keterangan meninggal atau surat kematian yang dikeluarkan oleh rumah sakit, kelurahan, hingga akta kematian dari catatan sipil setempatuntuk dijadikan bukti yang diserahkan kepada Perusahaan Asuransi bahwa Tertanggung telah meninggal dunia. Kemudian, Perusahaan Asuransi akan memberikan formulir klaim asuransi untuk diisi serta dipenuhi dokumen-dokumen yang diperlukan untuk klaim asuransi oleh penerima manfaat. Apabila dokumen yang diperlukan telah dilengkapi dan diserahkan kepada Perusahaan Asuransi, maka Perusahaan Asuransi akan memproses dan menganalisis klaim asuransi kematian. Proses klaim asuransi dilakukan dengan memeriksa informasi data diri Tertanggung, informasi terkait kematian Tertanggung, keabsahan dan kebenaran atas bukti-bukti penyebab kematian. Apabila proses tersebut telah dilewati dan Perusahaan Asuransi menganggap klaim tersebut sah dan benar, maka perusahaan asuransi akan memperhitungkan jumlah nilai uang yang harus dibayarkan kepada penerima manfaat yang telah ditentukan oleh Tertanggung sebelumnya.Dalam hal penerima manfaat mengajukan klaim, maka Perusahaan Asuransi tidak boleh mempersulit proses pembayaran klaim tersebut.Hal ini sebagaimana dijelaskan pada Pasal 40 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 69/POJK.05/2016 yang menyebutkan bahwa Perusahaan Asuransi harus membayar klaim paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak adanya kesepakatan antara Tertanggung dan Penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar. Dalam hal Asuransi Jiwa, maka klaim yang dimaksud merupakan klaim dari penerima manfaatnya. Jika perusahaan asuransi tetap tidak membayarkan klaim asuransi yang telah disetujui tersebut, maka penerima manfaatdapat mengajukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi karena perusahaan asuransi tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan perjanjian atau Polis.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi merupakan perjanjian pertanggungan berdasarkan Polis asuransi dimana Penanggung menanggung resiko berdasarkan premi yang dibayarkan Tertanggung. Sehingga apabila resiko terjadi maka Penanggung membayarkan uang pertanggungan. Namun demikian, yang dapat menerima uang pertanggungan hanyalah orang-orang yang namanya telah ditentukan oleh Tertanggung dan dicantumkan di dalam Polis Asuransi Jiwanya.

Credits by ANR Law Firm