KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PENGEMBANGAN INFRASTUTKTUR DI INDONESIA

Salah satu faktor pendorong perkembangan ekonomi suatu negara adalah berkembangnya infrastruktur atau pembangunan dalam negara itu sendiri. Perkembangan infrastruktur dan pengembangan ekonomi adalah dua hal yang saling timbal balik, apabila infrastruktur suat negara baik, maka semakin semakin baik pula pengembangan ekonomi negara tersebut. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2018 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, […]

Salah satu faktor pendorong perkembangan ekonomi suatu negara adalah berkembangnya infrastruktur atau pembangunan dalam negara itu sendiri. Perkembangan infrastruktur dan pengembangan ekonomi adalah dua hal yang saling timbal balik, apabila infrastruktur suat negara baik, maka semakin semakin baik pula pengembangan ekonomi negara tersebut. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2018 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, Indonesia menempati urutan ke 45 dari 140 negara. Hasil tersebut masih dapat dikatakan merupakan standar rata-rata. Untuk terus memajukan perkembangan infrastruktur di Indonesia, pemerintah mulai menempatkan pengembangan infrastuktur ke dalam program prioritas pemerintahan saat ini. Untuk dapat terus melakukan pengembangan infrastuktur di Indonesia, tentu saja pemerintah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Keterbatasan anggaran dalam pembiayaan infrastruktur menyebabkan adanya kendala berupa seilsih pendanaan atau funding gap. Hal tersebut tentu saja memaksa pemerintah untuk mencari alternatif pendanaan lain yang digunakan untuk melakukan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Alternatif lainnya yang dapat digunakan pemerintah untuk memenuhi funding gap adalah dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta atau yang biasa dikenal dengan istilah Public Private Partnership (PPP) atau yang biasa disebut Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU sendiri diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur (“Perpres No. 38/2015”) yang dimaksud dengan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaa infrastuktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesfikasi yang telah dietapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembag/Kepala Daerah/Badana Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian resiko diantara para pihak. Skema kerjasama dengan pola KPBU berbeda dengan privatisasi yang banyak terjadi di perusahaan perseroan. Kerjasama dengan skema KPBU memungkinkan pemerintah untuk memiliki objek atau hasil dari pembiayaan yang dilakukan oleh pihak swasta, sementara privatisasi adalah keadaan dimana perusahaan milik negara berubah kepemilikan menjadi milik swasta.

Dalam perjalanannya, muncul pertanyaa, siapakah yang dapat memprakarsai kerjasama antara pemerintah dan badan usaha. Dikenal adanya dua pihak yang dapat memprakarsai kerja sama ini, yaitu pemerintah sendiri atau disebut sebagai solicited project ataupun badan usaha yang menginisiasi kerjasama tersebut atau biasa disebut unsolicited project.

Untuk penyediaan infrastruktur yang dapat diprakarsai oleh Badan Usaha wajib memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan;
  2. Layak secara ekonomi dan finansial; dan
  3. Badan usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan penyediaan infrastruktur.

Terdapat beberapa kompensasia ataupun keuntungan yang diberikan kepada Badan Usaha pemrakarsa dari pemerintah, antara lain:

  1. Pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh per seratus);
  2. Pembeian hak untuk melakukan penawaran oleh Badan Usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik (right to match) , sesuai dengan hasil penilaian dalam proses pelelangan;atau
  3. Pembelian prakarsa KPBU, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenag lelang;
  4. Dapat diberikan Jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu dalam bentuk Penjaminan Infrastruktur.

Dalam setiap proyek yang menggunakan skema KPBU, akan dtunjuk satu pihak sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama  (PJPK) yaitu menteri/kepala lembaga/kepala daerah, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain ditunjuk PJPK, akan dibuat satu Badan Usaha Pelaksana, Badan Usaha Pelaksana dipilih dengan 2 (dua) cara yaitu pelelangan metode pengadaan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka pelaksanaan KPBU dengan mengikutsertakan sebanyak-banyaknya peserta melalui pengumuman secara luas atau undangan. Selain pelelangan, pengadaan Badan Usaha Pelaksana dapat dilakukan dengan penunjukan langsung, penunjukan langsung dapat dilakukan apabila:

  1. Pengembangan atas infrastruktur yang telah dibangun dan/atau dioperasikan sebelumnya oleh Badan Usaha Pelaksana yang sama;
  2. Pekerjaan yang hanya dilaksanakan dengan penggunaan teknologi baru dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya hanya satu-satunya;
  3. Badan Usaha Pelaksana telah menguasai sebagian besar atau seluruh lahan yang diperlukan untuk pelaksanaan KPBU; atau
  4. Prakualifikasi Badan Usaha Pelaksana hanya menghasilkan satu peserta

Dalam hal bentuk pengembalian investasi oleh Badan Usaha Pelaksana diatur oleh PJPK yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana yang bersumber:

  1. Pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif;
  2. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) atau pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lmebaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan infrastrukturyang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU
  3. Bentuk lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan KPBU dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:

  1. Perencanaan KPBU, yang terdiri dari:
  2. Identifikasi dan Penetapan KPBU dengan mempertimbangkan:
  3. Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Rencana Pembangunan Jangka Menengan Daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur
  4. Kesesuain dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah;
  5. Keterkaitan antar sektor infrastruktu dan antar wilayah;
  6. Analisa biaya manfaat dan sosial; dan
  7. Analisa nilai manfaat uang (Value formoney)
  8. Penganggaran; dan
  9. Pengkategorian KPBU
  10. Penyiapan KPBU yang terdiri dari:
  11. Prastudi kelayakan;
  12. Rencana Dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah
  13. Penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan
  14. Pengadaan tanah untuk KPBU
  15. Transaksi, yang terdiri dari:
  16. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
  17. Penandatanganan perjanjian KPBU; dan
  18. Pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktu oleh Badan Usaha Pelaksana
  19. Pelaksanaan KPBU.

Beberapa contoh proyek infrastruktur yang telah dibuat dengan skema KPBU antara lain:

  1. Proyek jalan tol antara lain: Jalan tol Batang – Semarang, Balikpapan – Samarinda, Pandaan Malang, Probolinggo – Banyuwangi, dan Jakarta – Cikampek II Elevated
  2. Sistem Penyediaan Air Minum yang berlokasi di Lampung dan Riau